Kamis, 23 Oktober 2014

Betapa Hebatnya Perempuan...!!

kamis, 23 oktober 2014. Tirai budaya TVRI Makassar, tema "beruq-beruq, lita' pembologang", narasumber 1. dr Hira Abd. Kadir, 2. Naim Irmayani..

mengapa perempuan diidentikkan dengan beruq-beruq (bunga melati)? kata ini akhirnya menjadi pertanyaan, mengapa bunga melati menjadi icon perempuan mandar?nah, saya akan menjawab. kita melirik kembali pada bunga melati, ada kalimat yang tak pernah lepas dari beruq-beruq (bunga melati) ini yaitu "kaminang malassu, kaminang sarombong sarrinna" yang artinya semakin layu, maka semakin harum juga baunya. itu adalah istilah yang memberi harapan besar bahwa perempuan harusnya semakin dewasa, maka semakin baik pula tingkah, tutur dan lakunya. warna putih bunga melati pun dapat mewakili kesucian. diharapkan menjadi perempuan itu harus dapat menjaga kehormatan dan martabatnya sendiri. perempuan tak butuh lagi pengawalan, tapi dialah yang menjadi pengawal untuk dirinya sendiri. nah, kemudian kita hubungkan dengan konsep sibaliparriq.

 emansipasi adalah persamaan hak dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat (seperti persamaan hak laki-laki dan perempuan). sehubungan emansipasi ini, budaya atau konsep yang paling tepat adalah sibaliparriq. budaya ini adalah contoh paling nyata akan persamaan hak antara laki-laki dan perempuan dalam kehidupan di Tanah Mandar. Budaya ini sudah berlangsung sejak lama. dibeberapa daerah, masih banyak perempuan-perempuan yang masih terbelenggu oleh budaya patriarki yang ketat. Wanita hanya dijadikan pasangan hidup dengan peran domestik terbatas. Ditanah Mandar, waita telah setara dengan laki-laki baik dirumah maupun lingkungan sekitar. Sibaliparriq (senasib sepenanggungan) adalah budaya saling membantu dalam rumah tangga maupun lingkungan sekitar. contoh nyata dapat ditemui pada keluarga nelayan. jika suami tengah melaut dan pulang dengan beberapa ekor ikan, tugas si suami untuk sementara selesai dan dilanjutkan oleh istri yang sedari tadi menunggu rumah dengan setumpuk aktifitas kesehariannya. ikan hasil tangkapan suami bukan lagi menjadi tanggung jawab suami, melainkan tugas istri yang memikirkan apakah ikan itu akan dijual, dikeringkan atau dimasak sebagai lauk untuk keluarga kecilnya.

Dari ulasan ini, muncul kembali pertanyaan, apakah tugas perempuan tidak semakin banyak padahal dirumah sejak fajar mulai membusung,ia pun mulai sibuk didapur untuk memasak, mengurusi anak, suami dan membereskan rumah?. ceritanya pun semakin menarik. bagi saya, untuk pekerjaan memasak, menyapu, mengurus anak dan suami adalah sepenuhnya urusan istri, perempuan sangat pandai mengatur, mendidik, telaten dalam mengurusi tetek bengek kebutuhan penghuni rumah dan itu merupakan tanggung jawabnya sebagai istri. betapa tidak dihargainya ia sebagai istri, jika untuk urusan itupun harus orang lain yang mengerjakan, bukan dia yang namanya telah melekat dengan baik yaitu "perempuan".masih banyak yang ingin saya tulis, namun kali ini sepertinya cukup sampai disini dulu. Intinya, saya bangga terlahir sebagai perempuan.

Makassar, Jumat 24 Oktober 2014 (pkl 02.34 Dini hari)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar